TANJUNGPINANG, – Kondisi situs cagar budaya Istana Kota Piring yang dibangun pada masa Kesultanan Melayu Raja Haji Fisabilillah kini mengkhawatirkan. Di kawasan itu telah berdiri rumah penduduk dan tembok bekas istana berubah fungsi menjadi tempat menjemur pakaian.
Dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya, pada Pasal 15 ayat (1) disebutkan bahwa setiap orang dilarang merusak benda cagar budaya dan situs serta lingkungannya. Selanjutnya pada ayat (2) dijelaskan pelarangan mengubah bentuk dan/atau warna serta memugar cagar budaya tanpa izin dari Pemerintah. Namun ironisnya, di sepanjang tembok istana telah berdiri rumah penduduk dan kandang ayam.
Menanggapi hal ini, Presiden Rusdyah Club Perhimpunan Agung Zuriat dan Kerajaan Riau-Lingga Abdul Malik mengatakan, manusia berbudaya seharusnya menjaga situs sejarah. Mengutip UU Cagar Budaya, Malik menjelaskan bahwa 100 meter dari situs cagar budaya tidak diperbolehkan ada pemukiman.
“Istana Kota Piring merupakan simbol kekayaan budaya kita. Melihat kondisinya sekarang, sudah sepantasnya Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Pusat melindungi situs tersebut,” ujar Malik.
Malik menyarankan agar Istana Kota Piring segera dilestarikan dan dibenahi secara profesional mengingat situs tersebut merupakan salah satu daya tarik wisatawan dan bukti sejarah bahwa dulu Tanjungpinang menjadi salah satu pusat Kesultanan Melayu,” tukasnya.
Sementara Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tanjungpinang Dadang AG saat dikonfirmasi mengatakan, pihaknya kini tengah melakukan inventarisasi situs cagar budaya Istana Kota Piring. Namun kendalanya, penduduk telah lama bermukim di sana.
“Kita tidak mungkin mengusir mereka. Kalau kita lakukan, pasti akan timbul masalah baru. Untuk itu, sekarang sedang mencari solusi terbaik. Kalau bisa, kita manfaatkan masyarakat yang mendiami tempat tersebut untuk dijadikan penjaga situs,” ujarnya.
Terkait hal itu, kata Dadang, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan telah menganggarkan pada APBD-P 2013 untuk pelatihan bagi penjaga situs cagar budaya. “Kita mengharapkan masyarakat sekitar ikut terlibat dalam menjaga situs ini,” ucapnya.
Istana Kota Piring berdiri pada 1777. Dahulu, istana ini merupakan tempat kedudukan Yang Dipertuan Muda IV Raja Haji Fisabilillah. Bangunan istana terdiri dari tiga tingkat. Tingkat pertama terbuat dari bahan semen bercampur tanah liat bertahtakan pinggan yang didatangkan dari negeri Cina pada masa pemerintahan Dinasti MIng (1350-1668 M). Pinggan berwarna hijau putih dengan gambar pohon kayu Shongthai dan burung.
Tingkat kedua bertahtakan tembaga dari Manila, Filipina. Tembaga berupa talam yang berukirkan ragam warna. Sedangkan, tingkat ketiga berdindingkan kaca putih dari Belanda, di bagian atas terbuat dari ijuk berwarna hitam.
Saat ini kemegahan Istana Kota Piring telah berubah fungsi. Tembok yang mengelilingi istana menjadi tempat menjemur pakaian dan di bekas bangunan istana juga telah berdiri rumah-rumah penduduk yang dinilai mengurangi nilai sejarah istana ini.
Seorang warga Tanjungpinang Rian mengatakan, banyak warga Tanjungpinang dan wisatawan tidak mengetahui keberadaan situs ini. Sebab menurut dia, selama ini Pemko belum maksimal mempromosikan situs-situs sejarah yang ada di Tanjungpinang. Padahal, kata dia, sebagai kota budaya Tanjungpinang seharusnya mampu menjaga kelestarian peninggalan sejarah. (cw77)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar